Cari Blog Ini

Rabu, 25 Januari 2012

Sistem Kesehatan Nasional Belum Efektif

sumber: kompas.com

DEPOK, JUMAT - Sistem kesehatan nasional belum berjalan secara efektif. Hal ini mengakibatkan tidak meratanya akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan di berbagai daerah, sehingga masalah penyakit menular dan gizi buruk terus bermunculan. Angka kematian ibu dan bayi baru lahir juga masih tinggi. Untuk itu, penataan sistem kesehatan nasional perlu segera dilakukan.
"Saat ini sistem kesehatan nasional baru di atas kertas, belum dilaksanakan. Padahal, dengan adanya sistem kesehatan nasional, maka program-program nasional kesehatan akan berkesinambungan siapa pun yang menjadi pemimpin di sektor kesehatan," kata Prof Hasbullah Thabrany dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, dalam diskusi, Jumat (29/8), di kampus UI, Depok, Jawa Barat.
Ibarat sistem transportasi, lanjutnya, jika mobil sudah lengkap semua komponennya, maka siapa pun yang mengemudikannya tidak akan ada masalah. Mobil tetap jalan. Tetapi, jika ada salah satu komponen kendaraan yang rusak atau hilang, maka mobil tidak akan jalan. Jadi, dalam sistem kesehatan nasional, semua komponen di dalamnya harus berjalan secara efektif.
Dalam sistem kesehatan nasional, pemerintah berperan sebagai regulator dan pengawas. Jadi, pemerintah harus bisa mengatur distribusi tenaga kesehatan termasuk dokter dan dokter spesialis agar merata, mengelola pembiayaan kesehatan nasional, dan meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan. Semua program kesehatan tidak bisa dilakukan hanya berdasar keinginan pengambil kebijakan, tetapi harus sesuai dengan blue print sistem kesehatan nasional.
Akibat tidak adanya sistem kesehatan nasional, maka pembangunan kesehatan di berbagai daerah hanya sebatas janji dari para calon bupati atau walikota dalam pemilihan kepala daerah tanpa ada realisasi. Indonesia kalah dengan beberapa negara di Asia yang telah memiliki sistem kesehatan nasional seperti Singapura, Malaysia dan Thailand.
"Di negara yang telah menerapkan sistem kesehatan nasional, angka kematian ibu dan bayi baru lahir sangat rendah," katanya.
Laksono Trisnantoro dari Pusat Manajemen Pelayanan Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada menyatakan, saat ini masih terjadi ketidakadilan dalam bidang kesehatan masih terjadi antara yang kaya dan miskin. Masyarakat miskin gagal mendapat pelayanan kesehatan karena tidak punya dana atau jaminan kesehatan untuk mendapatkannya, tempat ting gal penduduk secara geografis jauh dari tempat layanan kesehatan, ketidaksamaan akses karena pengetahuan, budaya dan jender.
Masyarakat miskin atau menengah di kota-kota besar yang dekat dengan rumah sakit dan dokter atau tenaga kesehatan akan mendapat akses lebih baik untuk mendapat pelayanan kesehatan, kata Laksono. Daerah dengan tingkat ekonomi masyarakat rendah dan kemampuan fiskal pemerintah daerah lemah cenderung kekurangan tenaga dokter spesialis.
Menurut hasil survei oleh Departemen Kesehatan di 78 kabupaten di 17 provinsi di Indonesia tahun 2007, 30 persen dari 7.500 puskesmas di daerah terpencil tidak punya tenaga dokter. Bahkan, menur ut Anna Kurniati (2007), sekitar 50 persen dari 364 puskesmas tidak punya dokter, 18 persen tanpa perawat, 12 persen tanpa bidan, 42 persen tanpa tenaga sanitarian, 64 persen tanpa tenaga gizi.

Saatnya Meningkatkan Akses Kesehatan Masyarakat

sumber: kompas.com

Tahun 2008 menandai berakhirnya bulan madu antara Departemen Kesehatan dan PT Askes dalam pengelolaan program Asuransi Kesehatan untuk Keluarga Miskin. Peran PT Askes yang semula mengelola program itu secara keseluruhan kini dibatasi hanya mengurus manajemen kepesertaan.
Dalam program Asuransi Kesehatan untuk Keluarga Miskin (Askeskin) yang dimulai tahun 2005, pengelolaan program dilakukan PT Askes, termasuk manajemen kepesertaan dan verifikasi tagihan klaim pelayanan kesehatan bagi peserta.
Untuk memperluas cakupan layanan, jumlah warga miskin yang ditanggung, dari 36,14 juta jiwa, meningkat terus hingga 76,4 juta jiwa pada tahun 2007.
Masalahnya, niat mulia pemerintah itu justru membebani rumah sakit yang melayani pasien Askeskin karena penyaluran dana tak lancar akibat klaim yang terlalu besar dan kendala birokrasi. Hampir semua punya piutang— ada yang mencapai belasan miliar rupiah—sehingga mengganggu operasional mereka.
Pendataan peserta Askeskin tak kunjung kelar. Sebab, pemerintah kabupaten/kota memiliki data penduduk miskin berdasarkan Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional, sedangkan Askeskin sesuai data Badan Pusat Statistik (BPS).
Karena itu, Depkes memutuskan rakyat miskin yang tidak punya kartu bisa mendapat layanan kesehatan gratis asalkan punya surat keterangan tak mampu, tetapi itu membuka peluang penyalahgunaan Askeskin.
Karena menilai pengelolaan Askeskin kurang optimal, Depkes menggantinya dengan Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) tahun ini. Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari dalam suatu kesempatan menyatakan, Askeskin rawan penyimpangan. Mekanisme Jamkesmas diklaim antikorupsi. Titik temu mengenai besar premi Askeskin yang diajukan Askes dan Depkes tetap sulit tercapai.
Pergantian mekanisme pengelolaan itu menyisakan tunggakan klaim Askeskin 2007 sebesar Rp 1,17 triliun—kemudian dibayar Depkes setelah audit selesai.
Pada program Jamkesmas, dana langsung disalurkan kepada pemberi pelayanan kesehatan. Prosesnya, dari kas negara ke puskesmas dan jaringannya melalui PT Pos Indonesia atau langsung ke rekening bank rumah sakit. Pembayaran klaim pelayanan langsung dari kas negara ke rekening setiap rumah sakit, tidak lagi melalui PT Askes.
Pemerintah juga memberlakukan tarif paket pelayanan dan pelaksana verifikasi di tiap rumah sakit. Tim pengelola dan tim koordinasi dibentuk di tingkat pusat, provinsi, dan kabupaten atau kota. Kini PT Askes sebatas mengurus administrasi manajemen kepesertaan.
Jumlah sasaran 76,4 juta penduduk miskin dan hampir miskin berdasarkan data BPS 2006. Bupati atau walikota menetapkan peserta Jamkesmas—jika peserta melebih kuota—kelebihannya menjadi tanggung jawab pemerintah daerah. Namun, belum semua daerah mengalokasikan dana khusus untuk itu.
Pergantian mekanisme pengelolaan ini menuai kritik. Selain dinilai kurang persiapan, kemampuan para verifikator dipertanyakan dan klaim pelayanan bisa meningkat jika penyedia layanan memilih paket lebih mahal.
Menurut guru besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Hasbullah Thabrany, di banyak negara pengelolaan lebih efisien dan mekanisme kontrol terjadi jika ada pihak ketiga.
Jamkesmas juga dinilai bukan solusi total pemerataan akses pelayanan kesehatan bagi penduduk. Menurut Laksono Trisnantoro dari Pusat Manajemen Pelayanan Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, program itu justru memperburuk ketidakadilan geografis. Sebab, rakyat miskin atau menengah di kota besar yang dekat dengan rumah sakit dan tenaga kesehatan akan mendapat akses lebih baik layanan kesehatan dibandingkan yang tinggal di daerah terpencil atau jauh dari kota.
Maka dari itu, pemberian layanan kesehatan perlu dilakukan sesuai kebutuhan daerah. Selain itu, sistem jaminan sosial nasional sudah saatnya diterapkan. Dewan Jaminan Sosial Nasional yang baru dibentuk punya tugas berat segera merealisasikan sistem itu agar semua penduduk Indonesia mendapat jaminan kesehatan sesuai amanat konstitusi.
Epidemi HIV
Sementara itu, kisah terhambatnya akses para korban terinfeksi HIV di Tanah Air terhadap obat-obatan antiretroviral (ARV) selama tahun 2008 telah beberapa kali terjadi. Krisis ketersediaan obat-obatan ARV baik lini satu maupun lini kedua yang baru-baru ini terjadi adalah yang terparah sejak obat-obatan itu disubsidi penuh pemerintah.
Saat ini epidemi HIV/AIDS di Indonesia termasuk yang tercepat di Asia. Hasil estimasi, populasi rawan tertular HIV diperkirakan 193.000 orang. Menurut data Departemen Kesehatan, hingga Maret 2008 secara kumulatif jumlah kasus infeksi HIV dilaporkan 6.130 orang, sedangkan jumlah kasus AIDS 11.868 orang. Banyak di antaranya mengalami infeksi oportunistik, seperti tuberkulosis, diare kronis, dan dermatitis.
Cara penularan kasus AIDS kumulatif antara lain melalui jarum suntik pada pengguna narkoba (49,2 persen), heteroseksual (42 persen), dan sisanya homoseksual. Proporsi kasus AIDS tertinggi pada kelompok umur 20- 29 tahun (53,62 persen) dan terbanyak dari DKI Jakarta, Jawa Barat, Papua, Jawa Timur, Bali, dan Kalimantan Barat.
Untuk meningkatkan akses orang dengan HIV/AIDS (ODHA) terhadap obat-obatan antiretroviral, pemerintah memberi subsidi penuh pengadaan ARV. Sejak tahun 2004, ARV didistribusikan Depkes langsung ke rumah sakit tujuan. Pembiayaannya bersumber dari bantuan Dana Global untuk Penanggulangan AIDS, Tuberkulosis dan Malaria (GFATM), ditambah anggaran pemerintah yang terbatas. Per April 2008, jumlah ODHA pengguna ARV sebanyak 8.145 orang.
Ketersediaan obat ARV berulang kali tersendat beberapa tahun terakhir. Banyak ODHA terancam putus berobat. April lalu, krisis ketersediaan obat efavirenz terjadi di beberapa rumah sakit dan baru-baru ini terjadi kelangkaan hampir semua jenis obat antiretroviral. Bahkan, ada daerah yang kosong persediaannya.
Ketika ketersediaan obat telah kritis, para ODHA terpaksa saling meminjam obat ARV agar tidak putus berobat. Sejumlah dokter merogoh kantong pribadi untuk membeli obat-obatan ARV, beberapa rumah sakit dan pemerintah daerah juga berinisiatif antara lain dengan subsidi silang, menyediakan stok cadangan, dan dana khusus sebagai antisipasi.
Terus terulangnya krisis ketersediaan obat ARV terjadi akibat lemahnya manajemen pendanaan, pengadaan, dan distribusi ARV sehingga terjadi keterlambatan pasokan. Dalam kasus terakhir, krisis itu terjadi karena terbatasnya anggaran pengadaan, pencairan anggaran butuh waktu lama, pembelian obat harus melalui tender, dan birokrasi yang panjang.
Aturan GFATM juga mempersulit sebab lembaga donor global itu hanya mau membeli obat yang memenuhi kualifikasi WHO sehingga Indonesia harus mengimpor obat ARV dari India meski telah bisa memproduksi sendiri melalui PT Kimia Farma. GFATM juga mensyaratkan obat ARV harus bebas bea masuk karena untuk kepentingan kemanusiaan. Butuh waktu sebulan mengurus surat bebas pajak-obat-obatan itu jadi sering tertahan di bandara.
Padahal, agar dapat bertahan hidup, seseorang terinfeksi HIV harus terus mengonsumsi obat- obatan ARV. Saat ini para ODHA kebanyakan memakai ARV lini pertama. Jika putus berobat, virus jadi resisten terhadap ARV lini pertama. Pasien harus beralih ke obat lini kedua yang harganya lebih mahal, pemakaiannya lebih rumit, dan menimbulkan efek samping.
Agar tak terulang lagi masalah itu, pemerintah harus segera membenahi manajemen pengadaan dan distribusi ARV, termasuk menambah anggaran dan menyediakan stok cadangan di daerah. Apalagi, diperkirakan pada tahun 2009 kebutuhan obat- obatan itu akan meningkat seiring bertambahnya jumlah ODHA. Perluasan cakupan pemeriksaan HIV dan penerapan panduan baru WHO merekomendasikan pemberian ARV kepada pasien lebih dini.(EVY RACHMAWATI)

30 Persen Penderita HIV Tidak Dapat Terapi ARV

Vera Farah Bararah - detikHealth



img (Foto: thinkstock)
Jakarta, Salah satu pengobatan yang efektif bagi orang dengan HIV AIDS atau ODHA untuk meningkatkan kualitas hidupnya adalah dengan terapi ARV. Tapi sayangnya sekitar 30 persen ODHA tidak mendapatkan terapi obat antiretroviral (ARV).

"Sekitar 30 persen tidak terlayani dengan terapi ARV, sistem kita belum efektif untuk akses universal," ujar Dr Roy Tjiong, wakil ketua Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) dalam acara Getting To Zero 2015: Melindungi Keluarga dan Perempuan Indonesia dari Infeksi HIV/AIDS, Sanggupkah? di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta, Rabu (25/1/2012).

Dr Roy menuturkan sampai bulan Juni 2011 diketahui ada 55.516 orang yang layak mendapatkan terapi ARV, tapi diketahui hanya 70,5 persen saja yang pernah mendapatkan terapi.

"Kalau ARV ini habis atau tidak terpenuhi maka ODHA menjadi tidak terlindungi, akibatnya harus masuk pengobatan tipe 2 yang lebih mahal. Kendala akses ini merupakan ancaman langsung bagi perempuan dan keluarga," ujar Dr Roy.

Sampai saat ini belum ada obat yang manjur untuk menyembuhkan HIV/AIDS, pengobatan yang ada adalah menggunakan ARV yang sifatnya adalah menunda produksi HIV dan bukan mematikannya.

Di Indonesia, kasus-kasus baru HIV/AIDS terjadi tidak hanya pada orang dewasa atau generasi muda tapi juga anak-anak yang tertular dari ibunya yang diketahui terinfeksi HIV/AIDS.

Hal ini karena kasus baru penularan HIV/AIDS banyak terjadi pada pasangan heteroseksual, sehingga ibu yang hidup dengan laki-laki risiko tinggi (high risk men) bisa menularkan pada ibunya dan bayi dalam kandungan.

"Sebelumnya ibu rumah tangga berada dalam urutan ketiga, tapi untuk kasus baru di tahun 2011 urutan pertamanya adalah ibu rumah tangga," ujar Baby Jim Aditya sebagai aktivis untuk AIDS.

Banyak perempuan yang menjadi rentan terinfeksi akibat perilaku berisiko dari orang-orang terdekatnya terutama suami, seperti suami yang sering 'jajan' seks tanpa menggunakan kondom atau suami yang menggunakan narkoba dengan jarum suntik secara bergantian.

Turunkan Angka Kematian Ibu dan Bayi dengan Program EMAS

Vera Farah Bararah - detikHealth




img
(Foto: thinkstock)
Jakarta, Sampai saat ini angka kematian ibu dan bayi belum menunjukkan hasil yang menggembirakan. Untuk itu diperlukan upaya yang lebih keras lagi salah satunya dengan program EMAS.

"Pencapaian untuk angka kematian ibu dan angka kematian bayi tidak menggembirakan karena penurunannya lambat. Dikhawatirkan target tidak tercapai kalau tidak ada upaya yang luar biasa," ujar Sekjen Kemenkes Ratna Rosita, dalam acara Peluncuran Program EMAS di gedung Kemenkes, Jakarta, Kamis (26/1/2012).

Ratna menuturkan kematian ini kebanyakan terjadi saat persalinan dan kelahiran yang memerlukan emergensi, sehingga risiko kematian ibu dan bayi masih besar. Beberapa hal sudah dilakukan oleh pemerintah seperti memperbanyak akses bagi masyarakat untuk memperoleh pelayanan kesehatan.

"Kita membangun puskesmas, meningkatkan puskesmas biasa menjadi perawatan, disitu kita latih petugas agar dapat menangani emergensi dalam kehamilan ibu yang akan melahirkan, kalau tidak bisa ditangani disitu akan di rujuk ke rumah sakit," ujar ratna.

Untuk itu salah satu hal yang dilakukan pemerintah adalah program EMAS (Expanding Maternal and Neonatal Survival) bertujuan menurunkan angka kematian ibu dan angka kematian neonatal sebesar 25 persen.

Program ini akan dilaksanakan di 6 provinsi yang memiliki jumlah kematian ibu dan neonatal terbesar yaitu Sumatera Utara, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Sulawes Selatan. Dengan intervensi pertama di kabupaten Serang, Tegal, Banyumas, Malang, Bandung, Cirebon, Pinrang, Deli Serdang.

Program EMAS ini merupakan kerjasama antara Indonesia dengan AS melalui USAID yang berlangsung selama 5 tahun dari 2012-2016. Pendekatannya dengan meningkatkan kualitas pelayanan emergensi obstetri dan neonatal minimal di 150 RS pemerintah dan swasta serta 300 puskesmas atau balai kesehatan masyarakat.

"Meski hanya 6 provinsi, tapi diharapkan bisa berdampak pada kabupaten atau daerah di sekitarnya," ujar Dr dr Slamet Riyadi Yuwono, DTM&H, MARS, Direktur Jenderal Bina Gizi dan KIA Kemenkes.

Dr Slamet menuturkan program ini juga memperkuat sistem rujukan yang efisien, efektif dan aman antar Puskesmas dan rumah sakit terutama dalam bidang kegawatdaruratan kesehatan ibu dan bayi yang baru lahir.

Ratna Rosita menuturkan program lain yang diharapkan bisa membantu mengurangi angka kematian ibu dan bayi adalah melalui Jampersal (Jaminan Persalinan). Biasanya kehamilan banyak itu terjadi pada kelompok sosial ekonomi rendah, kalau kelompok ini tidak dibiayai maka pemerintah tidak bisa menyelamatkan ibu dan bayinya.

"Data menunjukkan kehamilan lebih dari 3 kali bisa meningkatkan angka kematian baik bagi ibu dan bayinya. Meski begitu setelah melahirkan melalui Jampersal, ibu wajib ikut keluarga berencana dengan menggunakan alat KB," ujar Ratna.

Diharapkan dengan adanya peningkatan pelayanan emergensi saat persalinan dan bayi baru lahir serta meningkatkan sistem rujukan bisa membantu pemerintah mengurangi angka kematian ibu dan bayi, sehingga target MDGs di tahun 2015 bisa tercapai.

Senin, 23 Januari 2012

Tips Menghindari Kanker



cancer
Kanker adalah salah satu penyakit yang banyak ditakuti karena seringkali mematikan dan gejalanya jarang terlihat jelas pada stadium awal. Seperti misalnya kanker leher rahim dan kanker prostat. Banyak orang yang terlambat mengetahui bahwa mereka merupakan penderita kanker. Oleh karena itu, pepatah “mencegah lebih baik daripada mengobati” sangat berlaku pada kasus kanker ini :)
Nah, kali ini SehatDong.Com akan menyajikan beberapa tips yang bermanfaat untuk mencegah / menghindari penyakit kanker. Monggo disimak, gan!
  1. Berhentilah merokok, karena rokok merupakan penyebab utama kanker paru dan berhubungan dengan 30% kejadian kanker lainnya.
  2. Hindari sinar matahari. Paparan sinar matahari yang berlebihan menyebabkan kerusakan kulit dan kanker kulit.
  3. Kurangi kadar lemak pada makanan. Diet tinggi lemak secara langsung menyebabkan peningkatan risiko terkena kanker kolon, prostate, danpayudara. Makanan berlemak akan membuat tubuh mudah gemuk dan berisiko terhadap kanker kandungan, kanker empedu, kanker payudaradan kanker kolon (usus besar).
  4. Perbanyak makanan berserat. Gandum, beras, sayuran dan buah-buahan merupakan sumber serat alami yang sangat baik dan mampu melindungi dari kanker kolorektal.
  5. Kurangi makanan yang diasap, dibakar dan diawetkan dengan nitrit. Kanker oesofagus dan lambung sering ditemukan pada orang yang suka mengonsumsi makanan yang diawetkan dengan nitrit.
  6. Pilihlah makanan yang banyak mengandung vitamin A dan C. Vitamin alami dan zat penting yang terdapat pada sayuran dan buah dapat melindungi dari kanker oesofagus, laring, lambung dan paru.
  7. Konsumsi lebih banyak sayuran golongan kubis. Penelitian menunjukan bahwa sayuran kol, brokoli, bunga kol, bokchoy, dan kale dapat melindungi dari kanker lambung, kolorectal, dan kanker saluran napas.
  8. Hindari minuman beralkohol karena sangat potensial untuk memicu kanker hati dan lambung.
  9. Pemeriksaan diri secara teratur.
  10. Pola hidup yang seimbang: makanan yang cukup dan seimbang gizi, penggunaan waktu yang seimbang antara bekerja, istirahat, rekreasi, olah raga, serta beribadah.

Tips Agar Kuku Tetap Indah


Wajah yang cantik dengan riasan yang sempurna, ditambah dengan rambut dan kulit yang sehat tentunya akan membuat penampilan kita semakin mempesona. Tetapi pasti akan berkurang nilainya jika kuku kita terlihat tidak rapih dan kusam. Karena walaupun kelihatannya tidak terlalu penting untuk dirawat, justru dari kuku inilah orang akan menilai tingkat kebersihan kita.
Pengecatan, Penggunaan alat kikir dan penggunaan kuku palsu yang tidak benar merupakan faktor utama yang membuat kuku-kuku kita terlihat tidak bersih, sehat dan indah. Berikut cara agar kuku kita tetap indah:
  • Kikir kuku secara teratur. Hindari alat kikir yang terbuat dari metal.
  • Jika ingin mewarnai kuku, hindari menggunakan cat kuku yang mengandung aseton. Hal ini akan membuat kuku anda kering dan bersisik.
  • Hindari penggunaan kuku palsu dalam jangka panjang, minimal 2 minggu sekali bebaskanlah kuku anda dari kuku-kuku palsu.
  • Gunakanlah sikat kuku untuk membersihkan bagian bawah kuku.
  • Rutinlah mengoleskan pelembab pada tangan setiap hari.
  • Seminggu sekali gunakanlah masker wajah pada tangan anda untuk hasil yang maksimal.
  • Pijatlah jari dan tangan anda untuk memperbaiki sirkulasi darah.
  • Lindungilah tangan anda dari sinar matahari secara langsung.

Minggu, 22 Januari 2012

Cara Menghilangkan Flek Hitam di Wajah



Flek hitam merupakan pigmentasi atau melasma yang terjadi pada beberapa bagian tubuh, terutama pada daerah wajah.

Flek hitam diantaranya disebabkan oleh paparan sinar matahari, bekas jerawat, akibat pemakaian obat hormonal seperti pencegah kehamilan, antibiotik,  pemakaian kosmetik tidak tepat dan sebagainya.

Menghilangkan flek pada wajah bukan perkara mudah, karena membutuhkan perawatan rutin agar noda pada muka bisa hilang dan tak muncul kembali.

Berbagai obat penghilang noda hitam banyak beredar dipasaran, namun anda harus pintar dan hati-hati dalam memilih obat/ cream yang cocok di kulit anda.

Salah satu cara paling ampuh untuk mengatasi flek hitam adalah dengan masker telur. Berikut Blog Tips Kecantikan tampilkan bahan dan cara membuat ramuannya.

Bahan:
  • Putih Telur (secukupnya)
  • Madu (secukupnya)
  • Air hangat
Pemakaian:
Ambil Putih Telur dan madu. Campurkan kedua bahan tersebut dan aduk hingga rata. Untuk pemakaian, sapukan masker putih telur tersebut pada wajah hingga merata dan diamkan selama 10 menit. Setelah kering, basuh wajah anda dengan air hangat dan keringkan dmenggunakan handuk.

Lakukan perawatan ini setiap 2 sampai 3 kali dalam seminggu, hingga noda-noda hitam diwajah anda memudar.

Selain tips diatas, untuk mencegah terjadinya flek hitam di wajah, gunakan sunblock minimal spf 15 setiap anda keluar rumah dan terpapar sinar matahari.

Semoga bermanfaat!! Jangan lupa baca juga artikel sebelumnya mengenai cara mengatasi kantung mata.